Model Ekonomi Al Ghazali 1
Oleh,
Dr. Abdul Aziz, M.Ag
Kajian pemikiran tentang sistem keuangan
dan usaha-usaha (bisnis) dalam kegiatan perekonomian maupun teori-teori tentang
itu dari para pemikir Muslim dewasa ini, baik klasik maupun modern masih sangat
sedikit, bahkan hampir tidak kita temui. Padahal para pemikir dan cendikiawan
muslim klasik yang hampir di setiap karya dan tulisannya selalu menampilkan
ide-ide dan gagasan-gagasan cemerlangnya tentang keuangan yang berkaitan dengan
masalah riba (agunan) atau rate of
interest (al-‘usyur), al-dain
(utang-piutang), perpajakan (tax atau
al-kharraj), pewarisan (al-mawaris), zakat, dan sejenisnya, serta
kegiatan ekonomi lainnya yang mereka tuangkan dalam kitab-kitab fiqhnya yang sangat
banyak, khususnya di bab al-buyu’
maupun adab al-kasbi dan sebagainya.
Hal ini dengan jelas digambarkan oleh M.
Syauqi al-Fanjari dalam buku yang berjudul “Al-Wajiz
fi al-Iqtishad al-Islamiy”, ketika ia menjelaskan tentang masalah aktivitas
dan kegiatan perekonomian masyarakat Arab pra Islam hingga masa awal Islam.
Menurutnya, bahwa pada masa permulaan Islam, aktivitas (kegiatan-kegiatan) usaha
di bidang ekonomi dan peternakan terbatas dan terpusat secara prinsipil pada
pengembalaan dan perniagaan. Para ulama terdahulu tidak tertarik untuk menying kap
pokok-pokok perekonomian Islam. Akan tetapi, usaha mereka terpusat pada
penjelasan hukum muamalah Islam yang berlaku waktu itu, atau menjelaskan
pemecahan-pemecahan Islami tentang berbagai masalah ekonomi yang mereka hadapi.
Kemudian pada abad ke-2 hijriyah muncullah
kitab-kitab fiqh yang penuh dengan hukum-hukum rinci dalam mengatur macam-macam
bisnis (usaha) yang kaya pula dengan berbagai gagasan atau dan teori-teori ekonomi,
khusunya yang ber-hubungan dengan teori jual beli (bab al-buyu’) atau kitab
al-kasbi (aktivitas bisnis), pengharaman riba (rate of interest, monopoli, pembatasan harga, pengaturan pasar pada
saat itu1 dan lain-lain sebagainya.
Diantara mereka, misalnya, Abu Hanifah (an-Nu’man bin Tsabit)
pendiri Mazhab Hanafi yang hidup pada 80-150 H., me-rupakan founding father atau ulama ahli ra’yi dan ahli fiqh Iraq. Karya
besarnya adalah “al-Fiqh al-Akbar”,
yang di dalamnya juga membahas tentang jual beli (bab al-buyu’)dan jenis-jenis transaksi bisnis lainnya2. Malik
bin Anas3 (93-179 H), pendiri
Mazhab Maliki sebagai ulama ahli hadits dan fiqh dengan kitab monumentalnya
“al-Muwatta’” yang memuat Hadits-hadits dan Fiqh. Di dalam kitab tersebut,
aspek-aspek hukum ekonomi, seperti jenis-jenis kontrak (al-‘uqud); mudharabah (bagi rugi-hasil/PLS), musyarakah (join venture/PLS), salam (pesanan), rahn
(gadai/pegadaian; dan kelembagaannya) dan sebagainya di-kupas secara rinci
dengan pendekatan hadits nabawi, qauli,
fi’ly, maupun taqriri. Muhammad bin Idris asy-Syafi’i atau
yang di-kenal dengan Imam Syafi’i
(150-204 H) yang merupakan pendiri mazhab Syafi’i yang banyak diikuti di
kawasan Asia, sangat terkenal dengan kedua karya monumental nya, yaitu;
“al-Risalah” sebagai cikal bakal Ilmu Ushul al-Fiqh dan kitab “al-Um4” yang juga tak kalah terkenalnya
sebagai kumpulan hukum-hukum Islam, termasuk di dalamnya aspek-aspek kontrak
jual beli dan sejenisnya dibahas. Serta Ahmad
bin Hambal asy-Syaibani (163-241 H.), pendiri Mazhab Hambali yang juga
merupakan murid dari imam Syafi’i, terkenal sebagai ahli hadits dengan karya
besarnya, yaitu; “al-Musnad”5.
Keempat imam besar itu kemudian di kalangan
umat Islam sangat disegani sebagai pendiri mazhab yang mandiri, dan banyak
pengikutnya. Para muridnya tersebar di hampir penjuru dunia untuk menyebarkan
ide dan gagasannya itu, sehingga mereka dijuluki sebagai mujtahid mutlak,
khususnya dalam per-soalan-persoalan hukum Islam (Islamic laws). Meskipun demikian, selain empat mazhab di atas,
banyak juga pendiri-pendiri mazhab dalam hukum Islam, akan tetapi eksistensi
sampai kini tidak setenar dan sekuat empat imam di atas (madzahib arba’ah). Karena itu, era dimana mereka hidup, ilmu
pengetahuan berkembang, baik ilmu pengetahuan umum (aqliyah) maupun agama (naqliyah),
seperti; ilmu al-Qur’an, qira’at, hadits, fiqh, bahasa dan sastra.6
Selain empat mazhab yang muncul dikalangan
ulama fiqh yang kemudian menyebar keseantero dunia ide dan gagasan nya itu, juga
berkat berkembangnya pendidikan dan ilmu pengetahuan, baik yang bersifat ilmu aqliyah dan ilmu naqliyah. Muncul pula para filosof, baik di belahan Timur
maupun di kawasan Islam Barat, seperti; al-Kindi7
(185 H./809 M - 252 H/866 M.), al-Farabi (257-337 H./870-950 M.) dan Ibnu Sina
(981 M – 1037 M), serta al-Ghazali (450 H – 478 H/1085 M.). Ibnu Rusyd (520-595
H/1126-1198 M) di kawasan Islam Barat atau Eropa tidak kalah pentingnya dalam
memperkenalkan ilmu ini lewat silogismenya, sehingga benar-benar bahwa Islam
jaya berkat ilmu pengetahuannya itu. Namun di sisi lain, gencarnya ilmu
pengetahuan di bidang pendidikan, filsafat, ilmu agama, dan kesu-sastraan di
masa klasik hingga pertengahan ini, sedikit pun belum ada yang mengungkap
tentang kejayaan di bidang ekonomi, khususnya masalah keuangan dan aktivitas
kegiatan ekonomi tersebut pernah tergali. Hal ini dapat dilihat perjalan
pemikiran ekonomi Islam pada skema berikut8
ini.

Apalagi ketika peradaban Islam yang pernah
jaya selama satu millenium (1000 tahun) mengalami kemunduran, bahkan kemudian
dunia Islam harus dibawah cengkeraman Imperialisme Barat selama dua abad (abad
ke 18 dan 19)9. Aktivitas ter- sebut,
khususnya tulis menulis tentang hukum muamalah (fiqh) mengalami stagnasi
(kemunduran), di karenakan nuansa taqlid lebih mendominasi. Malahan pada
abad delapan belas dan sembilan belas, proses evolusi masyarakat Islam tersebut
ter-ganggu (dikacaukan) oleh campur tangan Eropa. Pada akhir abad delapan belas
pihak Rusia, Belanda dan Inggris mem bentuk pemerintahan teritorial di padang
rumput Utara Asia, Asia Tenggara, dan di Anak Benua India. Campur tangan per-dagangan
diplomatik Eropa ini juga berkembang di beberapa wilayah muslim lainnya pada
abad sembilan belas dan awal abad dua puluh, lantaran terdesak oleh kebutuhan
ekonomi10. Akibatnya kejayaan yang pernah
dicapai dunia Islam, yaitu intelektualitas yang pernah dimiliki lepas dari
genggaman nya, dimana Timur tak dapat tinggal apatis dan berdiam diri ter-hadap
Barat yang mulai mulai mendesak mereka dengan beribu-ribu kekuatan, baik siasat
(politik), kemasyarakatan (sosial) datang menggedor pintu Islam11.
Maka setelah lama dalam ketidakberdayaan
dunia Islam di segala bidang, tiga ratus tahun terakhir di bawah naungan
imperalisme Barat serta ideologi-ideologinya yang mereka sengaja tawarkan
sebagai way of life untuk umat
manusia mengantarkan kesadaran kembali dunia Islam di awal abad ke-20 untuk
bangkit12. M. Umar Chapra dalam buku “Islam and The Economic Challenge”,
mengatakan bahwa kebangkitan Islam yang tengah berlangsung di hampir seluruh
negara-negara muslim telah menimbulkan sebuah rencana yang jelas dan ter- padu
yang harus ditawarkan oleh Islam untuk mewujudkan bentuk kesejahteraan yang
dicanangkan untuk mengatasi ber bagai masalah yang dihadapi umat Islam dewasa
ini, khusunya dalam bidang pembangunan ekonomi.
Dari pada itu, kebangkitan Islam di bidang
ekonomi ter- wujud melalui upaya-upaya merancang bangun sistem ekonomi yang
jauh dari unsur riba, serta mencanangkan terbentuknya sebuah sistem ekonomi
yang berbasis syari’ah. Harapan dan cita-cita tersebut perlu dimulai dengan
diperlukan nya acuan-acuan dasar tentang ekonomi. Sebagaimana dapat dilihat
dalam skema berikut ini.

Untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
tersebut tentu perlu untuk melakukan riset-riset (penelitian-penelitian)
terhadap para pemikir dan pemimpin muslim terdahulu tentang rekonstruksi
ide-ide pembangunan dibidang muamalah. Sebab, sepanjang sejarah, kata Monzer
Kahf13, para pemikir dan pemimpin politik
muslim sudah mengetengahkan gagasan-gagasan mereka se-demikian rupa sehingga
mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai pencetus ekonomi Islam yang
sebenarnya.
Di antara para pencetus ekonomi Islam
(muamalah) adalah Abu Yusuf (w. 182 H./798), al-Mas’udi (w. 346/957),
al-Mawardi (w. 450/1058), Ibnu Hazm (w. 456/1064), al-Sarakhsi (w. 483 H./1090),
al-Thusi (w. 485/1093), Yahya bin Adam (303 H.), al-Farabi (334 H.), al-Ghazali
(505 H.), Ibnu Taimiyah (728 H.), Ibnu Rusyd (545 H.), Ibnu Ukhuwwah (w.
729/1329), al-Izz (845 H.), Ibnu Khaldun (808 H.), dan banyak lagi lainnya,
telah banyak memberikan kontribusi pemikiran secara luas melalui sebuah proses
evolusi yang terjadi berabad-abad. Meskipun proses ini mungkin lebih lambat
dibandingkan dengan apa yang terjadi di zaman modern. Hal ini terjadi karena
dalam bagian penting sejarah Islam, khususnya penyebaran ilmu pengetahuan, dan
kepercayaan terhadap penyampaian secara langsung dari mulut ke mulut atau dalam
bentuk manuskrip yang berlangsung lama sekali. Bahkan beberapa manuskrip telah
hilang seiring perjalanan waktu dan gelombang invasi bangsa asing, khususnya
bangsa Mongol14.
Selanjutnya, setelah babak baru
perkembangan pemikiran mengenai ekonomi Islam mulai timbul pada dasawarsa
70-an, langsung ditingkat internasional15,
muncul nama-nama terkemuka para pakar ekonomi muslim. Dalam buku “Contem porary Islamic Though: A Selected”,
M. Aslam Hanif, yang dikutip Dawam Rahardjo, menyebutkan bahwa, Mohammad Abdul
Mannan, Moh. Nejatullah Siddiqi, Syed Nawwab Haider Naqwi, Monzer Kahf, Sayyid
Mahmud Taleghani dan Muhammad Baqir Ash-Sadr, serta Umar Chapra adalah diantara
ekonom Muslim modern. Berikut ini gambar pemerintahan Islam berikut tokoh
terkemuka yang memberikan gairah intelektual di masanya, baik menyangkut bidang
agama, sejarah, sosial politik, dan terutama bidang ekonomi16.

Namun di antara mereka yang secara khusus
membahas tentang sistem moneter masih sedikit dan jarang. Misalnya saja, Moh. Umar
Chapra menulis buku tentang moneter
dengan judul “Towards a just Monetary
System”, dan Anwar Iqbal Quraisy, tentang teori pembungaan uang dengan
judul buku “Islam dan Teori Pembungaan”.
Oleh karena itu, dalam upaya rethingking
serta reaktualisasi pemikiran ekonomi
Islam perlu kiranya melaku- kan penelitian terhadap ide dan gagasan dari
pemikir dan intelektual Muslim Klasik yang tetuang dalam banyak karya dan
tulisannya pada Fiqh Muamalah atau kitab lainnya, terutama yang berkenaan
dengan masalah keuangan dan kegiatan per-ekonomian pada masanya.
Dalam pada itu, Al-Imam Abu Hamid
Al-Ghazali yang biasa disebut Al-Ghazali (w. 1111 M.) diantara sederet ulama
klasik terkemuka, disebut-sebut sebagai salah seorang tokoh spiritual Islam
abad pertengahan yang baik lewat tulisan-tulisan maupun aktivitas kesufiannya,
menjadi orang yang paling dikenal, menonjol dan dicintai di negernya –
Khurasan. Ia adalah seorang tokoh jenius
lagi brilliant, dikenal sebagai mujaddid terkemuka, filosof yang kritis
dan mistikus, serta bermata kritikus, tetapi berhati pencipta – suatu sifat
yang jarang ditemukan pada orang – yang sangat besar di dunia17. Oleh karenanya wajar bila ia banyak
dijadikan obyek penelitian dalam ber-bagai disiplin ilmu, semisal; teologi,
tasawuf, filsafat, akhlaq, pendidikan, psikologi, dan banyak lainnya oleh para
sarjana terkemuka di dunia18.
Seperti diketahui, bahwa Abu Hamid
Al-Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.), yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai
ahli tasawuf (sufi) dan filsafat (filosuf), mungkin mengejutkan bila ia
juga ternyata menyajikan penjabaran yang rinci akan terjadinya evolusi uang (evolusion of money)19, aktivitas perdagangan (trading activity), kemitraan usaha (partnership), pembagian tenaga kerja (division of abour), dan banyak lagi lainnya.
Kekaguman ini membuat seorang intelektual produktif sekaliber Yusuf
Al-Qardhawi, hingga mengatakan bahwa Abu Hamid al-Ghazali adalah sebagai
ensiklopedi ilmu pengetahuan (Ensiclopedy
of knowldege and scaintific). Banyak orang dari ber-bagai kalangan menulis
tentang al-Ghazali dengan mengemuka kan berbagai bentuk tulisan dan kerangka
ilmiah, sesuai disiplin ilmu yang dimilikinnya20.
Hal yang sama diungkap oleh ekonom
kontemporer, M. Nejatullah Siddiqi, dalam penelitiannya mengatakan bahwa dari
karya-karya al-Ghazali, seperti: Usul
al-Fiqh, al-Musthafa, Mizan al-‘Amal, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Mulk yang pernah diseminarkan dapat
disimpulkan bahwa kitab-kitab tersebut ter-nyata memuat ide-ide dasar tentang
ekonomi yang dikemas secara sufistik dan bersumber dasri karya besarnya, yaitu;
Ihya ‘Ulumuddin21 (Rivival of Religius Sciences).
Bahkan dalam bidang pemikiran ke-Islaman,
otoritas al-Ghazali tidak diragukan lagi. Ia telah memberikan nasihat dan
bimbingan kepada umat menuju kebahagiaan sejati nan abadi (ukhrawi), walaupun selintas terlihat hanya dalam bidang agamawi (ilahiyah). Tetapi pada dasarnya juga
mencakup bidang mu’amalah (duniawi).
Ia tidak terlengah menjadi kufur ni’mat,
sebagaimana kata-katanya; “....dan kamu
bisa mengetahui jalan menuju syukur dan kufur terhadap ni’mat-ni’mat Allah....”22.
Dalam gagasan dan ide-ide tentang ekonomi,
Al-Ghazali tidak mengekor kepada teori-teori ekonom sebelumnya. Karena memang
belum ada waktu itu. Ia mengungkap dan menjelaskan hukum-hukum muamalah Islam
sebagaimana ulama-ulama ter dahulu, bab demi bab, fasal demi fasal tertulis
jelas pada kitab al-kasbi dalam Ihya Ulumuddin, karya monumentalnya.
Demikian lah cikal bakal teori
eko-sufistik al-Ghazali, yang suatu saat (kini) menjadi rujukan bagi
pengembangan ekonomi Islam kontem porer.
Al-Ghazali di dunia Islam dikenal sebagai
ulama sufi yang waktu itu hanya dikenal dikalangan ahli sunnah, penyebar paham
asy’ariyah, dan “alergi” terhadap dunia, di bidang ke-ilmuan pun filsafat
menjadi sasaran kritik, sebagaimana tahafutul
falasifah karyanya. Karena, ia melakukan penyelamatan ter-hadap umat yang
ingin mencari penghidupan dunia (ma’isyah
fi al-ardl), dan oleh karena itu teorinya dipandang mengandung spiritualitas-sufistik
serta etika dan hukum bisnis (hukmu
al-Kasb).
Penelitian-penelitian yang menyangkut
berbagai bidang atau aspek yang berkenaan dengan al-Ghazali, memang telah
banyak dilakukan oleh para peneliti sebelum ini. Misalnya antara lain, penelitian
yang khusus menyoroti tentang corak teologi Al-Ghazali telah dilakukan secara
mendalam oleh M. Zurkani Jahja. Bukunya berjudul Teologi al-Ghazali, yang diterbit kan pada tahun 1996, merupakan
bagian dari hasil penelitian untuk memperoleh gelar doktor di bidang pemikiran.
Penelitian yang menyoroti bagaimana sejarah dan biografi al-Ghazali, juga telah
dilakukan oleh Shalih Ahmad Asy-Syami, dengan kitabnya berjudul al-Imam al-Ghazali.
Penelitian khusus yang menyoroti teori
moneter al-Ghazali dan aktivitas ekonomi sejauh penelitian penulis, tampaknya
belum ada. Oleh karena itu, penelitian mendalam yang khusus menyoroti tentang
teori moneter (keuangan) dan kegiatan ekonomi ini sangat penting untuk
dilakukan. Sangat penting, karena bukan saja hasil peneltian itu akan
melengkapi hasil-hasil penelitian mengenai Al-Ghazali yang telah banyak
dilakukan, tetapi juga untuk memberikan informasi penting bahwa Al-Ghazali
mendasarkan teori moneter dan kegiatan ekonominya pada al-Qur’an dengan semangat
spiritualitas dan kesufiannya, sehingga dapat dikatakan bahwa teori ekonomi
al-Ghazali dapat dinobatkan sebagai model
ekonomi sufistik al-Ghazali atau ekosufistik al-Ghazali. Dengan
demikian umat Islam akan dapat mengetahui bahwa al-Ghazali tidak hanya
membicarakan masalah aspek ukhrawi
tetapi juga aspek duniawi.
Buku ini pada mulanya berasal dari penelitian
(tesis) penulis berjudul “Uang dan
Kegiatan Ekonomi menurut al-Ghazali”. Kemudian berubah menjadi buku dengan
judul “Ekonomi Sufistik Model Al-Ghazali;
Pemikrian Al-Ghazali tentang Moneter dan Bisnis” adalah karena pertimbangan
untuk judul buku semata. Ada beberapa pertimbangan yang mendorong penulis
memilih judul tersebut yaitu:
Pertama, sistem ekonomi yang berkembang dewasa
ini, yaitu; sistem kapitalis dan sosialis tidak mampu meberikan ke-bahagiaan internal-batiniyah manusia dan
keseimbangan dalam kehidupan duniawinya, sehingga muncul sistem ekonomi Islam
yang lebih menyeimbangkan aspek duniawi
dan ukhrawi. Sistem ekonomi Islam memberikan
tuntutan dalam mencari ma’isyah (penghidupan)
yang sesuai dengan tata-aturan ajaran agama Islam, yaitu al-Qur’an dan
al-Hadits.
Kedua, secara historis sebetulnya dasar-dasar
ekonomi Islam, baik secara teoritis maupun praktis telah berjalan sejak pertama
Islam datang, yaitu masa Nabi Muhammad SAW. Hingga masa-masa kejayaan Islam
abad pertengahan. Terbukti pada bidang muamalah
dan hukumnya, dimana dasar dan konsep ekonomi mereka tertuang dan ditulis
dalam kitab, seperti; “al-Kharraj” (tax, perpajakan), karya Hasfawi, “al-Kharraj” dan “Nafaqat”, keduanya karya al-Hasaqn bin Ziyad al-Lu’lui (204 H/819
M.), kitab “al-Anwal” (Das Capital
atau permodalan harta), karya Abu Ubaid al-Qasim, kitab “al-Um”, karya Imam
Syafi’i, “al-Muwattha”, karya imam Malik, dan sebagainya.
Ketiga, penulis memandang perlu mengkaji dan
membuka wacana serta khazanah intelektual klasik yang sementara orang hanya
terfokus pada segi filsafat dan tasawufnya, sejarah dan sosiologisnya, etika
dan estetikanya, pendidikan dan lainnya. Sementara yang meneliti tentang
gagasan dan pemikiran ekonomi mereka yang tersebar baik dalam kitab-kitab
fiqihnya ataupun kitab lainnya kurang dan belum banyak mendapat perhatian23.
Selaku tenaga pengajar dalam mata kuliah
Ekonomi Islam, khususnya; Sejarah Ekonomi
Islam, Kapita Selekta Ekonomi Islam, Manajemen Investasi dan Reksadana Syari’ah, serta Manajemen Risiko dan Pembiayaan Syari’ah
di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, penulis merasa perlu untuk menjadikan hasil
penelitian ini men-jadi sebuah buku daras (teks) guna dijadikan pegangan para
mahasiswa pada mata kuliah Ekonomi Islam dan Sejarah Ekonomi Islam pada
khususnya.
Bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran
tersebut di atas, maka masalah pokok yang hendak dijawab oleh penelitian ini
dapat dirumuskan --- bagaimana pemikiran al-Ghazali tentang moneter (keuangan) dan
pola kegiatan ekonomi, serta relevansi nya terhadap ekonomi Islam kontemporer.
Tujuan penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan per-soalan moneter al-Ghazali, sehingga dengan adanya data itu dapat
diketahui betul atau tidaknya teori moneter al-Ghazali sesuai denga teori
moneter modern.
2. Untuk lebih mengetahui dan mendalami
pandangan Abu Hamid al-Ghazali mengenai kegiatan ekonomi yang dianjur- kan oleh
agama dan yang dilarang oleh agama, dimana dua hal tersebut penting untuk
diketahui bagi para pelaku bisnis dan dunia usaha.
Hasil penelitian dengan bentuk buku ini diharpkan
dapat menggugah dan mendorong para peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut,
dan menggugah pelaku bisnis dan masyarakat untuk memperhatikan nilai-nilai
agama dalam dunia bisnis.
Upaya mengintegrasikan perkembangan
masyarkat dan penemuan-penemuan ilmiah ke dalam kerangka ekonomi yang sesuai
dengan norma-norma agama dan syari’at adalah sangat penting, karena bukan saja
etika dalam ekonomi dapat mem-bangun bangsa dan negara, juga mampu menciptakan
kesejah-teraan dan pemerataan pada hasil-hasil produksi, distribusi, dan
konsumsi yang berkeadilan.
Sejalan dengan tujuan peneltian tersebut di
atas, dan mengingat bahwa yang akan diteliti adalah “hasil kerja” se-orang
tokoh yang masa hidupnya telah lama berlalu, maka metode penelitian yang
ditempuh ialah metode atau studi kepustakaan (library research), dengan mencari dan mengumpul kan bahan-bahan
bacaan (literatrur) yang ada hubungannya
dengan masalah yang dibahas. Pemikiran-pemikiran al-Ghazali tentang moneter (uang)
dan pola kegiatan ekonomi akan di-deskripsikan apa adanya, lalu dianalisis (content analysis) dengan cermat untuk
kemudian dari kerangka tersebtu, penulis akan menarik suatu kesimpulan.
Jadi, studi yang merupakan penelitian
kepustakaan ini lebih bersifat deskriptif analysis. Karena yang akan diteliti
adalah pemikiran al-Ghazali tentang moneter (uang) dan pola kegiatan ekonomi,
maka bahan primernya adalah kitab-kitab karya al-Ghazali, yaitu; Ihya ‘Ulumuddin, difokuskan pada bab Asy-syukur yang menjelaskan tentang
moneter (uang), bab hakikat dunia,
dan Kitab Adab al-Kasbi, serta Mizan
al-‘Amal.
Tentu saja tidak semua bidang atau aspek
dari pemkiran al-Ghazali akan dijadikan sasaran peneltian. Hal itu tidak
mungkin, disamping karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya juga karena
maslah pokok peneltian ini tidak mengharus kan semua bidang dalam ekonomi
tersebut diteliti. Peninjauan atau penelitian hanya difokuskan pada aspek-aspek
tertentu saja, yaitu pemikiran yang berkenaan dengan bidang moneter dan
kegiatan ekonomi.
Dalam mengambil konklusi (kesimpulan) dari
suatu per-masalahan yang dibahas dalam buku ini, adakalanya digunakan
pendekatan induktif dan adakalanya deduktif. Yang dimaksud dengan metode
induktif disini ialah suatu kerangka analisis yang mempelajari data-data yang
khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang umum dan metode deduktif adalah
yang memper-gunakan proses dengan mempelajari kaidah-kaidah umum atau berlaku
umum untuk mencapai ke-simpulan khusus. Tegasnya, menarik kesimpulan dari yang
umum ke yang khusus.
Hasil penelitian ini ditulis dalam lima bab
yang masing-masing bab terdiri dari pasal-pasal yang terkait kuat antara yang
satu dengan yang lainnya, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini akan berisi
uraian tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, rumusan masalah
pokok, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membicarakan sejarah singkat al-Ghazali,
ter masuk latar belakang sejarah dan riwayat hidupnya, serta pemikiran
al-Ghazali secara umum dan karya-karya ilmiahnya.
Bab ketiga membahas pandangan al-Ghazali tentang uang
(moneter). Dalam bab ini sebelum dikemukakan uraian tentang bagaimana pandangan
al-Ghazali tentang perkem-bangan mata uang (evolution
of money) dan teori moneter yang dikem bangkanya, terlebih dahulu akan
dipaparkan hal-hal penting, yaitu; definisi dan asal usul uang, serta fungsi
dan jenis uang, nilai dan klasifikasi dan standar moneter, riba dan pertukaran
mata uang (exchange of money), yang
diakhiri dengan evaluasi dan analisis.
Bab keempat akan mendeskripsikan pandangan Abu Hamid al-Ghazali
tentang kegiatan ekonomi. Dalam bab ini segera akan dilihat bagaimana
al-Ghazali mendasarkan pemikiran-pemikiran nya itu dengan menggunakan ayat-ayat
al-Qur’an dan al-Hadits yang berkaitan dengan anjuran dan larangan dalam
berbisnis, dan diakhiri dengan evaluasi dan analisis.
Bab kelima merupakan bab akhir, yang berisi
kesimpulan yang ditarik dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dalam rangka
menjawab masalah pokok yang telah dirumuskan di bagian pendahuluan.
1 M.
Syauqi al-Fanjari, Al-Wajiz fi
al-Iqthishad al-Islamy, Terj. Husaini, Bandung, 1988. hlm., 25
2 Abu Hanifah ternyata juga seorang pedagang yang tentunya
memahami betul jenis-jenis transaksi bisnis. Karena itu, sumbangannya dalam di
bidang ekonomi transaksi bisnis ini sangat dipengaruhi oleh hukum Islam. Hal
ini dapat dilihat dalam John L. Esposito (Ed.), The Oxford History of Islam, (New York: Oxford University Press,
1999), h. 124
3 Imam Maliki yang
nama lengkapnya Abu Abdullah Maliki bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin
Haris bin Qaiman bin Kutail bin Haris al-Asbahi. Kitab al-Muwatta, merupakan
kumpulan Hadits tetapi juga sering disebut kitab fiqh karena disusun sesuai
dengan bidang-bidang yang terdapat dalam kitab fiqh. Mazhab Maliki selaing
berkembang di Madinah, juga berlaku di sekitar Hejaz, Mesir, Maroko, Tunisia,
Trípoli, Sudan, Bahrain, Kuwait dan Andalucía. RA Gunadi dan M Shoelhi (Peny.),
Dari
Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, Republika, Jakarta, 2002, hlm.
15
4 Kitab al-Um
merupakan kitab fiqih yang komprehensif. Kitab itu Semarang terdiri dari tujuh
jilid yang mencakup isi beberapa kitab karangannya seperti; Siyar al-Ausai,
Jima al-Ilmi, Ibtal al-Istihan, dan ar-Radd ala Muhammad bin Hasan. Ibid., hlm., 33
5 Wahbah az-Zuhaili,
al-Fiqh al-Islamiy wa ‘adillatuhu, Dar
al-Fikr, Damaskus, Cet. Ke-2, 1985, hlm., 29-47
6
Bersamaan dengan berkembangan ilmu-ilmu agama, seperti; ilmu tafsir, ilmu
hadits, dan tentunya ilmu fiqh empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada
masa Dinasti Abbasiyah. Yang
kemudian masa ini disebut sebagai The
Golden Age in Islam. Haitami M. Nuh, The
Golden Age in Islam: Perkembangan Pendidikan Pengetahuan Islam Klasik Era
al-Ma’mun, Haitam Publishing, Jakarta,
2009, hlm. 12. Untuk lebih lengkap lihat Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos, Jakarta, 1999, hlm., 88
7
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub
bin Ishak al-Kindi (di Barat di kenal al-Kindus) adalah seorang filsuf dan
ilmuwan di bidang ilmu kimia, dan fisika. Perpustakaan pribadinya,
“Al-Kindiyah”, dipenuhi koleksi buku-buku berbagai disiplin ilmu, yang
merupakan sumber informasi pengetahuannya. Lebih lengkap nya lihat RA Gunadi dan M. Sholehi (Peny.), Khazanah
Orang Besar Islam Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, (Jakarta:
Republika, 2002), h. 44
9 Majalah al-Wafa’, Edisi
07, Tahun 1996, hlm., 16
10 Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999., h. 3
11 Abu
Musa Ali al-Husni al-Nadwi, al-Shira’
Baina al-Fikrah al-Islamiyah wa al-Fikrah al-Gharbiyah, Terj., Ma’arif,
Bandung, 1983, hlm., 16
12
Kebangkitan Umat Islam (Islam Resurgence)
merupakan suatu gerakan yang mengacu pada pandangan dari kaum Muslimin sendiri
bahwa Islam menjadi penting kembali; Islam dikaitkan dengan masa lalunya yang
gemilang hingga masa lalu tersebut mempengaruhi pemikiran kaum muslimin masa
kini. Islam dipandang sebagai alternatif, dan karena itu dianggap ancaman bagi
pandangan hidup Barat. Kebangkitan Islam sudah dimulai sejak akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20 dengan tokoh-tokohnya, seperti; Jamaluddin al-Afghany, Muh.
Abdh, Rasyid Ridla, dll., yang telah berpengaruh sampai ke kawasan Asia
Tenggara ini. Tapi kebangkitan Islam yang menyatakan Islam sebagai alternatif
dan dianggap sebagai ancaman bagi ideologi lain, khususnya Barat, terasa sangat
kuat sejak 1970-an, ketika pemerintah di masing-masing negara kawasan ini
sedang giat-giatnya melaksanakan modernisasi/pembangunan. Lih., Chandra
Mudzaffir dalam Saiful Muzani (Ed.,), Pembangunan
dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1993, hlm., 6
13
Monzer Khaf, The Islamic Economy:
Analytical of The Functionning of the Islamic Economic System, Terj.,
Pustaka Pelajar, Yoygakarta, 1995, hlm., 7-8
15
Lihlm., kata pengantar edisi terjemahan, Islamic
and Ecnomic Challenge, karya Umar Chapra, hlm., vii
17
Majid Fakhry, Etika dan Islam, Pustaka,
Yogyakarta, 1996, hlm., 125
18 Dalam buku Hazanah Orang Besar Islam Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol,
al-Ghazali disebut sebagai Sang Hujjatul
Islam yang keilmuannya mencakup fiqh,
Ushul, Ilmu Kalam, Logika (Mantiq), Tasawuf, Akhlak dan lainnya. Ia diakui
sebagai salah seorang pemikir paling hebat dan paling orisinil, tidak saja
dalam dunia Islam, namun diakui dalam dunia keintelektualan internasional
hingga saat ini. Ibid., h. 75
19 al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid 4, T.Thlm., hlm.,
88
20 Yusuf al-Qardhawi, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra, Terj.,
Pustaka Progresif, Surabaya, 1999., hlm., 43
21 Ausaf dan Kazim Awam (Ed.,), Lectura on Islamic Economic, Jeddah,
1987., hlm., 74
22
al-Ghazali, op.cit., hlm., 88
23 Hal ini
terbukti dari literatur Islam yang ditulis para peneliti muslim, kita hanya
menemukan sedikit tentang Islam, yang ditulis oleh beberapa ulama, misalnya;
karya Syaikh Muhammad al-Ghazali, Al-Islam
wa Awdha’ul Iqtishadiyah (Islam dan Kedudukan Ekonomi), al-Islam wa Manahitul Istyirakiyah (Islam
dan Metode Sosialisme), dan al-Islam wa
Muftara ‘alaihi binas Syuyu’iyyin wa Ra’sumaliyyin (Islam yang
didiskreditkan antara Sosialisme dan Kapitalisme), dan lanilla. Lih. Yusuf
al-Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi
Islam.
Komentar
Posting Komentar