PERAN KOPERASI SYARIAH DAN KINERJANYA MENYALURKAN PEMBIAYAAN PRODUKTIF IMPLIKASINYA PADA SEKTOR PERDAGANGAN USAHA KECIL TAHUN 2014 (Survei di BMT-BMT Kota dan Kabupaten Cirebon)
Dr. Abdul Aziz, M.Ag
Sektor usaha kecil merupakan sektor yang penting dalam
menggerakan perekonomian nasional. Terlihat dari sumbangannya terhadap PDB
nasional yang telah mencapai 56,5%. Keunggulan sektor usaha kecil (UMKM)
sebagai sektor domestik yang mampu meng-gerakan perekonomian nasional adalah
karena ketergantungan nya yang kuat terhadap muatan lokal. Menurut catatan Bank
Indonesia (2013, h. 4-5 ), unit usaha kecil (UMKM) menggunakan sumber daya
dalam negeri baik sumber daya manusia, bahan baku dan peralatan sehingga usaha
kecil tidak tergantung pada impor. Selain itu, hasil produksi sektor
usaha kecil lebih ditujukan untuk me-menuhi pangsa pasar dalam negeri, sehingga
tidak tergantung kepada kondisi perekonomian negara lain. Oleh karena
itu, sektor inilah yang paling tahan terhadap ancaman krisis global beberapa
waktu yang lalu.
Sabirin (2003, h. 485) menilai bahwa daya tahan usaha
kecil (UMKM) di masa krisis tercipta karena usaha kecil tidak banyak memiliki
ketergantungan pada faktor eksternal, seperti utang dalam valuta asing dan
bahan baku impor dalam melakukan kegiatannya. Dengan keunggulan yang spesifik
antara lain berupa kandungan lokal yang besar dalam kegiatan produksi,
orientasi pemasaran di dalam negeri, dan harga yang terjangkau oleh konsumen,
usaha kecil merupakan bagian yang sangat penting di dalam perekonomian
nasional. Melihat pada potensi usaha kecil menegah (UKM) inilah maka salah satu
strategi pemulihan ekonomi nasional yang ditempuh Pemerintah dewasa ini adalah
mem berdayakan UKM.
Karena itu, peran dan sumbangsih usaha kecil (UKM) ini
tidak bisa dipung-kiri kontribusinya. Penelitian Amalia (2009, h. 45) dalam
Disertasinya berjudul “Reformasi Kebijakan Bagi Penguatan Peran Lembaga
Keuangan Mikro dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia”, yang kemudian
diterbitkan dalam bentuk buku membuktikan bahwa sumbangsih UMKM (Usaha Mikro
Kecil Menengah) sebagai bagian dari pembangunan perekonomian bangsa dalam
menciptakan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia merupakan
fakta yang tidak dipungkiri. Hal ini didasarkan data Bappenas usaha kecil mikro
tahun 2007 sebesar 41,30 juta unit (99,85%), Usaha menengah 61.05 juta unit
(0,14%) dan usaha besar 2,2 juta unit (0,005%).
Bahkan sebelumnya,
menurut Muftie (2010, h. 13) dalam makalah yang disampaikan dalam Seminar
Bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), menguatkan bahwa pada tahun 2005
usaha kecil (UMKM) yang nilai investasinya mencapai Rp. 174.9 Triliun memberi
kontribusi terhadap 55,9 GDP, sementara usaha besar dengan nilai investasi yang
lebih besar, yakni Rp. 214,7 Triliun, pada periode yang sama hanya memberi
kontribusi terhadap 44,1% GDP. Pada tahun 2005, per-tumbuhan bisnis usaha kecil
14,9%, sementara pertumbuhan bisnis usaha besar hanya 6,2%, sehingga usaha
kecil telah dapat menciptakan total akumulasi 77,6 juta lapangan kerja,
sementara usaha besar pada periode yang sama hanya menciptakan total akumulasi
2,5 juta lapangan kerja.
Pada tahun 2009, PDB nasional atas harga konstan tahun
2000 adalah sebesar Rp. 2.088,29 triliun, UKM berkontribusi sekitar Rp. 532,26
triliun atau 37,83% (tidak termasuk PDB Usaha Mikro), sedangkan PDB usaha besar
tercatat sebesar RP. 873,57 triliun (62,17%). Angka ini cenderung konstan dari
tahun 2006 sampai dengan 2009. Jika memasukan kategori usaha mikro, maka kontribusi
keseluruhan UMKM dapat mencapai Rp. 1.214,73 triliun atau mencapai 58,17% total
PDB nasional.
Di sisi lain, perkembangan jumlah unit UKM periode 2006
sampai dengan 2009 mengalami peningkatan sebesar 15,40% (tidak termasuk usaha
mikro), yaitu 509.365 unit di tahun 2006 menjadi 587.808 unit di tahun 2009
(lihat tabel di bawah). Pada periode yang sama, jumlah unit usaha kecil yang
berdiri masih mendo minasi sekitar 99,21% dari keseluruhan unit bisnis usaha
kecil, menengah dan besar yang berdiri di Indonesia.
Tabel I.1 Pertumbuhan Unit Bisnis UKM dan Usaha Besar
Tahun
|
Usaha Kecil
|
Usaha Menengah
|
Usaha Besar
|
2006
|
472.602
|
36.763
|
4.577
|
2007
|
498.565
|
38.282
|
4.463
|
2008
|
522.124
|
39.717
|
4.650
|
2009
|
546.675
|
41.133
|
4.677
|
Sumber: Bryant et.al., (2011, h. 30)
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran usaha kecil
sangat vital. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini yang menunjukan
bahwa pada tahun 2009, penyerapan tenaga kerja kategori usaha kecil berada pada
angka 3.521.073 lapangan pekerjaan atau sekitar 39,68% dari total lapangan
kerja UKM dan Usaha Besar. Sedangkan Usaha Menengah dan Usaha Besar
masing-masing terhitung sebanyak 2.677.565 dan 2.674.671 lapangan kerja, atau
30,18% dan 30,14%. Jika memasukan kategori usaha mikro, angka penyerapan kerja usaha
mikro tergolong tinggi, berkisar di angka 90.012.694 lapangan pekerjaan atau
sekitar 91% dari total angkatan kerja.
Menurut Bryant et.al., (2011, h. 31) usaha
kecil juga memiliki angka pertum-buhan penyerapan tenaga kerja paling tinggi.
Dari tahun 2006 sampai dengan 2009, penyerapan tenaga kerja usaha kecil tumbuh
12,15% dari angka 3.139.711 ke 3.521.073 tenaga kerja. Sementara itu,
penyerapan tenaga usaha menengah meng-alami sedikit penurunan dibandingkan
dengan tahun 2006, yaitu turun 0,78% dari angka 2.698.743 ke angka 2.677.565
tenaga kerja. Usaha besar mengalami pertum-buhan penyerapan tenaga kerja, yaitu
tumbuh 10,93% dari angka 2.411.181 ke angka 2.674.671 tenaga kerja. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah ini:
Orang
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
0
2006 2007 2008 2009
|
Gambar 1.1 Penyerapan Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar
Sumber: Bryant et.al., (2011, h. 31)
Berkaitan dengan itu semua dalam mendukung peningkatan usaha kecil di perlukan peningkatan kinerja Koperasi Syariah sebagai bagian dari Lembaga Ke-uangan Mikro Syariah untuk memediasi (pendampingan pembiayaan skala miro). Menurut Muftie (2008b, h. iii-iv), kemampuan BMT dalam memberikan pem-biayaan kepada usaha kecil tidak mungkin digantikan oleh bank syariah. Bank syariah tidak mungkin beroperasi dalam pembiayaan skala kecil. Sementara masyarakat membutuhkan permodalan yang kecil tersebut. Sehingga kehadiran BMT merupakan suatu kebutuhan dalam membangun hubungan vertikal dengan bank syariah maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Astuti dalam penelitiannya yang diterbitkan Jurnal
Penelitian (2011, h. 133) menjelaskan, karena itu upaya koperasi syariah sebagai
lembaga mediasi (pen-dampingan) pembiayaan skala mikro harus dibarengi dengan
adanya peningkatan kinerja LKMS melalui (1)
peningkatan kesehatan LKMS, dan (2) peningkatan ke-berpihakan pemerintah
melalui regulasi dan lembaga keuangan mikro termasuk di dalamnya BMT atau KJKS
(lembaga jasa keuangan syariah).
Fakat, bahwa koperasi syariah BMT dibutuhkan sebagai
pendampingan dalam penyaluran pembiayaan mikro adalah bahwa BMT-BMT, menurut Hosen
(2008, h. i), ternyata memberi manfaat bagi kalangan akar rumput yakni para
peng-usaha gurem di sektor informal yang tidak tersentuh oleh sektor perbankan.
Misal-nya, banyak masyarakat yang berusaha membutuhkan modal kerja berkisar
antara Rp. 100 ribu sampai dengan Rp. 5 juta, dan mereka mengalami kesulitan
kalau menggunakan jasa perbankan. Namun, mereka akan mudah menggunakan jasa BMT
apabila mereka menjadi anggota BMT.
Karena itu, pertumbuhan BMT yang berada di kawasan pedesaan dan perkota-an kecil telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat disekitar lem-baga itu berdiri. Pada pertengahan tahun 1990-an BMT mencapai 3.000 unit. Namun, pada bulan Desember 2005, jumlah BMT yang aktif diperkirakan men-capai 2.017 unit. Menurut Alma dan Priansa (2009, h. 17) bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2006, diperkirakan jumlah BMT mengalami peningkatan kem-bali hingga mencapai sekitar 3.200 unit. Rostanti (dalam Republika, 2013, h. 18), mencatat bahwa pada tahun 2012 jumlah BMT bertambah menjadi 3.900 BMT (206 BMT diantaranya bergabung dengan Asosiasi BMT Indonesia). Pasang surut per-kembangan BMT di Indonesia tidak terlepas dari kendala yang dihadapi, yaitu landasan hukum yang belum jelas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.1. berikut ini:
Gambar 1.2.
Perkembangan BMT di Indonesia
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2013
Menurut pengamatan Amin Aziz (2008: x), bahwa dari jumlah lebih dari 3.000 BMT tersebut, ada yang berhasil dan tentu ada pula yang kurang bahkan tidak berhasil. BMT-BMT yang berhasil antara lain adalah karena:
a)
Secara operasional mampu
melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara ber-kesinambungan, yang dilandasi
oleh kekuatan ruhiyah yang memadai dari pengurus dan pengelolanya.
b)
Adanya komitmen dan ghirah
yang tinggi dari pendiri dan pengelolanya, yang itupun berpangkal dari
kesadaran ruhiyah yang cukup baik.
c)
Didirikannya berorientasi
pada landasan niat untuk beribadah kepada Allah swt melalui penguatan ekonomi
dan perbaikan kualitas kehidupan umat.
d)
Meluasnya dukungan dari
para aghniya dan tokoh-tokoh masyarakat setempat termasuk perusahaan-perusahaan
yang ada disekitarnya.
e)
Kemampuan manajemen dan
keterampilan teknis lembaga keuangan pengurus dan pengelolanya yang didukung
oleh pelatihan yang cukup dan lengkap meliputi teori, dan praktek.
f)
Mampu memelihara
kepercayaan masyarakat yang tinggi melalui hubungan emosional yang islami.
g)
Pendiriannya dilakukan
sesuai dengan petunjuk yang antara lain tercermin dalam buku “Pedoman Cara
Pendirian BMT).
h)
Kemampuan menghimpun dana
dengan pendekatan-pendekatan Islami dan manusiawi.
i)
Berusaha secara terus
menerus menjadi lembaga penyambung dan pemelihara ukhuwah islamiyah diantara
pengurus, pengelola, pokusma (“Kelompok Usaha Muamalah”) dan anggotanya.
Disisi lain, sebagian besar BMT yang memiliki badan hukum
koperasi, maka secara legal tidak dapat menghimpun dana dari masyarakat secara
langsung. BMT harus mensyaratkan keanggotaan bagi nasabah yang akan dilayani,
atau menjadi kan nasabah tersebut sebagai calon anggota selama beberapa waktu
tertentu. Sehingga, konsekuensinya tidak saja sebagian calon nasabah menjadi
enggan, tetapi juga menyebabkan masalah internal di dalam BMT karena setiap
anggota mem-punyai hak suara yang sama. Sementara, bila BMT ingin dapat
menghimpun dana dari masyarakat langsung, maka BMT harus berganti status
menjadi bank atau lembaga keuangan bukan bank, seperti modal ventura. BMT
justru akan kehilangan kelebihan utama mereka sebagai lembaga keuangan yang
melayani usaha berskala mikro dan kecil. (Alma dan Priansa, 2009, h. 18)
Sebaliknya BMT-BMT yang tidak berhasil disamping tidak
menjalankan prinsip-prinsip di atas, juga karena paling tidak ada dua
permasalahan pokok yang mendasar, yaitu permasalah internal dan permasalahan
eksternal. Menurut Soesilo (2008, h. 149), kelemahan dan kekurangan koperasi,
termasuk di dalamanya ko-perasi syariah dalam menggapai kesejahteraan
anggotanya dikarenakan lemahnya aspek permodalan sebagai permasalahan internal.
Ditambah lagi, mereka pada umumnya juga berasal dari
kalangan anggota masyarakat yang tidak atau kurang memiliki latar belakang
pendidikan formal, mau pun informal yang tidak terlalu tinggi, apalagi
pengalaman di bidang bisnis. Sehingga pada umumnya juga kurang memiliki wawasan
dan kemampuan teknis untuk berproduksi, ber-dagang dan sebagainya, apalagi
kemampuan manajerial untuk menangani suatu kegiatan bisnis. Padahal, indikator
Koperasi BMT itu baik dapat dilihat dari manajemen koperasinya. Menurut Limbong
(2012, h. 102), manajemen koperasi dilakukan secara terbuka, terutama untuk
anggotanya. Keter-bukaan manajemen koperasi dititikberatkan pada pelaksanaan
fungsi pertang-gungan jawaban pengurus koperasi.
Selain kelemahan manajerial koperasi syariah, di bidang
operasionalnya masih memiliki banyak kelemahan. Maka problematika tersebut
harus dapat diatasi dengan baik agar mampu mewujudkan terciptanya citra positif
bagi BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang bersih serta dipercaya
oleh masyarakat. Faktor-Faktor yang menjadi Problematika
Operasionalisasi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) di Indonesia saat ini, yaitu:
1.
Modal
dan sumber pendanaan. Permodalan
dan sumber pendanaan yang relatif sedikit dan sulit yang dialami BMT menjadi
hambatan yang cukup menyulitkan. Hal ini menjadi kendala
dalam mengelola permodalan bagi pengurusnya.
2.
Manajemen
Pemasaran yang kurang. Inovasi
di bidang pemasaran yang kurang karena umumnya BMT memiliki kualitas SDM yang
rendah dan dana yang terbatas. Selain itu juga tidak memiliki strategi untuk
mengatasi hambatan itu.
3.
Manajemen Pembiayaan yang
belum optimal. Masih belum pahamnya anggota koperasi tentang produk-produk BMT
menjadi kendala dalam mempergunakan pembiayaan, sehingga lebih banyak
menggunakan produk yang bersifat kon-sumtif dibanding pembiayaan produktif.
4.
Manajemen Keanggotaan yang
belum optimal. Partisipasi anggota BMT masih rendah, ditambah dengan kebebasan
anggota dalam pengunduran diri dan hal ini merugikan bagi kelangsungan hidup
Koperasi itu sendiri. (Dikutip dari R. Slot, 1972, h. 153)
5.
Teknologi
yang tidak memadai. Banyak
BMT yang masih belum mempunyai teknologi informasi yang baik. Padahal saat ini
kita dituntut untuk memiliki teknologi yang baik untuk kelancaran dan kemajuan
BMT.
6. Adanya anggapan bahwa BMT yang satu adalah saingan bagi BMT yang lain. Hal ini sangat berbahaya, karena sudah sepantasnya antar BMT saling men-dukung dan bekerjasama menjadi mitra dalam perkembangan BMT di Indonesia.
7. Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih kurang. Di jaman sekarang ini masyarakat masih menganggap bahwa BMT sama dengan bank-bank konven-sional yang lain. Mereka masih lebih berminat ke bank konvensional. Label islam yang ada di BMT belum mampu menarik masyarakat untuk bertransaksi ke BMT.
8. Jaringan koordinasi antar BMT yang masih lemah. Seperti yang sudah dijelas kan, bahwa antar BMT cenderung terjadi persaingan. Padahal apabila BMT satu dengan yang lain bisa berkoordinasi dengan baik, itu bisa mengurangi adanya penipuan yang dilakukan nasabah. Misalnya ada anggota yang melaku-kan penipuan disatu BMT, lalu BMT ini bisa melakukan koordinasi pada BMT-BMT lain yang ada dengan memberitahukan hal ini sehingga tidak ada penipuan lain yang dilakukan nasabah tersebut.
9. Belum ada badan hukum yang jelas yang menaungi BMT. Tidak adanya badan hukum yang jelas yang mengatur seluruh BMT di Indonesia juga menjadikan masyarakat belum bisa mempercayakan uang sepenuhnya apabila disimpan di BMT. Mereka takut BMT bertindak sewenang-wenangnya karena tidak ada hukum yang mengatur segala kegiatan BMT.
10. Belum ada pengawasan dan pembinaan yang baku dari pemerintah atau lembaga pengawas yang ditunjuk pemerintah. Pengawasan dan pembinaan baku dari pemerintah sebenarnya sangat penting untuk eksistensi BMT ke depan. Dengan ini seluruh BMT bisa melakukan transaksi seragam sesuai ketentuan dan ketetapan yang berlaku. Dengan tidak adanya pengawasan dan pembinaan, BMT satu dengan yang lain cenderung berbeda dalam peraturan yang ditetapkan.
Permasalahan lain yang menjadi kendala bagi tumbuh
kembangnya koperasi syariah khususnya, adalah masalah faktor eksternal, seperti
iklim usaha. Di lapangan, masih sering didengar, betapa meraka harus menghadapi
suatu kondisi ketidakpastian ketersediaan bahan baku utama dan bahan tambahan.
Demikian pula masalah penggunaan peralatan dan teknologi yang sangat sederhana.
Sebagian pasar mereka cenderung bersifat oligopoli. Kepemilikan modal sangat
rendah.
Menurut Baswir (1997, h. 152), selain disebabkan oleh
keterbatasan internal koperasi, kondisi keterbelakangan koperasi itu jelas
mengungkapkan adanya ken-dala iklim usaha yang dipengaruhi oleh ekonomi-politik
yang cenderung meng-hambat perkembangan gerakan ekonomi rakyat tersebut.
Walaupun keinginan pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif sudah
dinyatakan sejak lama, tapi tindak lanjutnya secara kongkrit belum mampu
membuahkan hasil yang meng gembirakan.
Berbeda dengan Baswir, Soesilo (2008, h. 154), menilai
bahwa setidaknya kelemahan koperasi berpangkal dari: (1) masih sulitnya sumber
modal; teknologi tepat, sulitnya akses pasar dan informasi bisnis oleh ekonomi
rakyat, dan (2) masih rendahnya kualitas kelembagaan, manajemen dan organisasi
koperasi. Namun demi kian, Sinaga et.al. (2008a, h. iii) dalam
penelitiannya menemukan problematika ko-perasi dalam memberdayakan unit usaha
ekonomi serba terbatas dan sarat dengan kelemahan-kelemahan, terutama dalam hal
SDM anggota dan SDM pengelola koperasi serta kelemahan permodalan internal
koperasi. Maka, wajar jika eksistensi koperasi juga terkena imbas dari
perubahan iklim bisnis tersebut.
Kendalah-kendala seperti ini dapat ditemui pada
koperasi-koperasi syariah pada umumnya dan di Kabupaten dan Kota Cirebon, pada
khususnya. Misalnya, dari 12 Koperasi Syariah (KBMT), hanya 5 KBMT yang dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Ini dapat dipahami karena mayoritas KBMT tidak dikelola dengan manajemen
modern. Padahal, menurut Limbong (2012, h. 85) bahwa manajamen koperasi
seharusnya menjadi manajemen partisipatif dimana di dalamnya mampu
memperlihatkan terjadinya interaksi antar unsur dalam mana-jemen koperasi.
Masing-masing unsur ada uraian tugas (job description). Pada setiap
unsur manajemen memiliki lingkup keputusan (decision) yang berbeda,
meskipun tetap ada pada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared
decision areas).
Sedikit dari koperasi syariah yang ada di Kabupaten dan Kota Cirebon, di antara koperasi syariah yang mampu melaksanakan prinsip-prinsip manajemen modern, adalah Koperasi Pesantren Al-Ishlah Bobos Kab. Cirebon. Kopontren ini mampu melaksanakan prinsip-prinsip manajemen modern. Di antaranya misalnya, mampu melaksanakan visi dan misi koperasi baik sebagai organisasi maupun sebagai perusahaan. Juga mampu menyusun program kerja dengan kegiatan-ke-giatan usaha yang lebih spesifik. (Triyono et.al. 2008, h. 350)
Pada umumnya, pengurus dan para anggota koperasi sering
kali tidak meng-ketahui apa yang dilakukan oleh manajemen mereka, dan apa yang
harus dilaku-kannya, sebagaimana manajemen bertindak, dan mengapa demikian
halnya, (Sunindhia dan Widiyanti 1987, h. 210). Karenanya sukses tidaknya suatu
organi-sasi termasuk koperasi, tergantung pada orang-orang yang menjadi
anggotanya, dan utamanya adalah kepengurusan dari koperasi tersebut.
Partisipasi anggota sangat penting dalam mengelola
koperasi. Karena tujuan utama koperasi adalah membantu meningkatkan kesejahteraan
anggotanya, dengan segala aktivitas pemasaran yang bertujuan memuaskan anggota
perlu dilakukan manajemen koperasi jika perusahan koperasi ingin membangun
loyalitas dan partisi pasi aktif anggotanya. Karena partisipasi anggota, bukan
hanya bagian penting, tapi juga vital dalam pembangunan koperasi. (Röpke 2012, h. 39)
Dengan demikian, peran manajemen koperasi yang berbasis
pada pendanaan, keanggotaan, dan pembiayaan sangatlah penting dalam
meningkatkan kinerja ko-perasi dalam rangka mendorong penyaluran pembiayaan
produktif yang mampu memberdayakan sektor perdagangan usaha kecil.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
an-Nabhani, Taqiyuddin, 2000. Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif Persepktif Islam. Suarabaya: Risalah
Gusti.
NAEEM KHAN, Mohammad, 2006. Islamic Economic
System. Karachi: Institute of Chartered Accountants of Pakistan.
Nawawi, Hadari, 2006. Kepemimpinan
Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
NIENHAUS, Volker, 2010. Fundamentals of an
Islamic Economic System Compared to The Social Market Economy A Systematic
Overview. KAS International Reports.
Prasetyo, Bambang dan Lina,
Miftahul Jannah, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali
Press.
Partomo, Tiktik Sartika, 2009. Ekonomi Koperasi. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Perwataatmadja, Karnaen A., 1996. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. Depok: Usaha Kami.
Pradja, Juhaya S., 2012. Ekonomi Syariah. Bandung:
Pustaka Setia.
Obeid, Nayla Comair, 1996. The Law of Business
Contracts in the Arab Middle East. London: Kluwer Law International.
Qutah, ‘Adil bin Abdul Qadir, 2008. Atsar al-‘Urf wa
Tatbiqatuhu Al-‘Asyirah fi Fiqh al-Mu’amalah al-Maliyah. Cet. I. Cedah:
Percetakan Al-Mulk.
Rachmawati, Ike Kusdiyah. 2008. Manajemen Suberdaya
Manusia. Yogyakarta: Andi.
Rahman, Afzal, 1996. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf.
Ridwan, Ahmad Hasan, 2013. Manajemen Baitl Mal wa
Tamwil. Bandung: Pustaka Setia.
Röpke, Jochen, 2012. Ekonomi
Koperasi Teori dan Manajemen, Edisi Kedua. Yogyakarta: Yogyakarta, Graha
Ilmu.
Rivai, Viethzal, 2010a. Islamic Banking Sistem Bank Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
___________ dan Arifin, Arviyan, 2010b. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sabirin, Syahril, 2003. Perjuangan Keluar
Dari Krisis Percikan Pemikiran Dr. Syahril Sabirin. Yogyakarta: BPFE.
Saefuddin, A.M., 1998. Studi Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Media Da’wah.
Sahadah, 2005. Idarat al-Wakt Baina
al-Turats wa Al-Mu’ashiarah. Saudi Arabia: Dar Ibn Al-Jauzi.
Sakai, Minako dan Marijan, Kacung, 2008. Policy
Briefs: Mendayagunakan Pembiayaan Mikro Islami. Australia: Australian
National Unitersity.
Salman, Ahmad Sa’id, 2004. Al-Idarat
al-‘Ammah al-Arabiyah al-Islamiyah Mafahim wa Nadzarat Tasyiliyat. Sudan-Um
Durman: Majalah Universitas al-Qur’an al-Karim dan Ilmu-Ilmu Keislaman.
Sanusi, Anwar, 2013. Metodologi Penelitian
Bisnis. Cetakan Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
SARKANIPUTRA,
Murasa, 1999. Mengolah Lahan Sebagai
Wujud Keimanan dan Syukur dalam Konteks Masyarakat Madani: Pencerahan Sinergis
Tasawuf dan Matematika dalam buku Membangun
Masyarakat Madani, Editor Firdaus Efendi dan Khamami Zada, Nuansa Madani, Jakarta.
Satiakusumah, Djarkasih R.E., 2002. Koperasi
Prinsip-prinsip Dasar Koperasi dan Konsep Kemitraan. Bandung: Fakultas
Ekonomi Universitas Pasundan.
Shihab, M. Quraish. 1997. Wawasan Al-Qur’an. Bandung:
Mizan.
Silalahi, Uber, 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung:
Refika Aditama.
Siregar, Syofian, 2013. Metode
Penelitian Kuantiatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (Ed.), 1989. Metode
Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Sinaga, Pariaman et.al., 2008a. Koperasi Dalam Sorotan Peneliti. Jakarta:
Rajawali Press.
___________________, 2008b. Gagasan Pengembangan Dana Stabilisasi (Fund Stabilization) di
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam. Bandung: Alfabeta.
___________________, 2006. Berlayar Mengarungi Sejuta Tantangan Koperasi
Ditengah Lingkungan Yang
Berubah. Jakarta: Rajawali
Press.
Sjarifudin, Achmad. 2009. Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Koperasi dan Pengembangan Usaha
Koperasi Tahu Tempe Serta Impli-kasinya Terhadap
Kesejahteraan Anggota di Propinsi Lampung. Disertasi (Dr.)
Universitas Borobudur Jakarta tidak diterbitkan.
Syakir Syabir, Hannan Syukri, 2010.
Waqi Idarat al-Wakt lidzi al-Amilin fi al-Qanawat al-Fadzaiyat al-Amilat fi
Qatha Ghazat. Ghaza: The Islamic University.
Sofwani, Ahmad dan Wisadirana, Darsono, 2008. Manajemen
Kewiraswastaan Kapita Selekta Kewirausahaan Jilid II. Malang: Agritek YPN.
Solehudin, Ending, et.al., 2004. BMT Bank Islam Instrumen Lembaga
Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Soehartono, Irawan, 1998. Metode
Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu
Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya.
SUNARTO, Kamanto,
1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE UI Press.
Sunyoto, Danang, 2012. Model
Analisis Jalur untuk Riset Ekonomi. Bandung: Yrama Widya.
Supardi, 2013. Aplikasi
Statistika Dalam Penelitian Konsep Statistika Yang Lebih Komprehensif. Jakarta:
Change Publication.
Suliyanto, 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Suwandi, Ima. 1982. Koperasi Organisasi Ekonomi Yang
Berwatak Sosial. Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Suhendi, Hendi, 2004. BMT dan Bank Islam: Instrument
Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraiasy.
Soesilo, M. Iskandar. 2008. Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia. Jakarta: Graha Pena dan Wahana Semesta Intermedia
RIMBOOKS.
Slot, R., 1978. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Bandung:
Karya Nusantara.
Supardi, U.S. 2013. Aplikasi Statistika dalam
Penelitian Konsep Statistika Yang Lebih Komprehensif. Change Publication, Jakarta.
Subandi, 2008. Ekonomi Koperasi: Teori dan Praktik. Bandung:
CV. Alfabeta.
Sugiyono, 2007. Statistik untuk Penelitian. Cet.
Ke-10. Bandung: Alfabeta.
________, 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Sutisna, 2009. Model Kinerja Lembaga
Keuangan Mikro Non-Perbankan (Studi Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di
Propinsi Jawa Barat). Disertasi, Bandung: UNPAD.
Suharyadi et.al., 2007. Kewirausahaan Membangun Usaha
Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta: Salemba Empat.
Sunindhia, Y.W., dan Widiyanti, Ninik, 1987. Penerapan Manajemen Dan
Kepemimpinan dalam Pembangunan. Jakarta: Bina Aksara.
Syafei, Rachmat, 2001. Fiqih Muamalah Untuk UIN,
STAIN, PTAIS dan UMUM. Bandung: Pustaka Setia.
Tanthowi,
Jawahir, 1983. Unsur-Unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka Al-Husna.
Taqi Usmani, Mufti Muhammad, T.Th. an
Introduction to Islamic Finance. Karachi.
Trihendradi, C., 2012. Step by Step SPSS 22. Analisis
Data Statistik. Yogyakarta: Andi.
Triyono, Urip, et.al., 2006. Kopontren
Al-Ishlah Cirebon Mensinergikan Potensi Koperasi di Tengah Lingkungan Yang
berubah. Jakarta: Erlangga.
Uha, Ismail Nawawi, 2013. Budaya
Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
UMAR,
Husaein, 2000. Business an Introduction. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Usman, Muhammad Rafaat, 1990. Ba’du
al-Mabadi al-Latti Tahkumul Idarah al-Ammah fil Islam. Jeddah: IDB-IRTI.
Weston, J. Fred &
Copeland, Thomas E. 1995. Manajemen Keuangan. Cet. Ke-9 edisi Terj.,
Jakarta: Bumi Aksara.
Wibisono, Dermawan, 2013. Panduan Penyusunan Skripsi,
Tesis dan Disertasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wirasasmita, Yuyun, 1992. Strategi Pembangunan Sektor
Perkoperasian Yang Dapat Menggerakan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangnan
Per-koperasian, Bunga Rampai, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Pembangunan Koperasi.
Jatinangor: IKOPIN.
_______________, 2002. Metode
Penelitian Dalam Penyusunan Disertasi Program Doktor Manaj emen Bisnis
Universitas Padjadjaran. Bandung: Unpad.
_______________, 2010. Investasi Sebagai Sumber
Pembiayaan Sektor Pemerintah dalam Kata Pengantar buku Abdul Aziz berjudul Manajemen
Investasi Syariah. Bandung: Alfabeta.
Wiroso, 2013. Produk Perbankan Syariah. Jakarta:
LPFE Universitas Trisakti.
Yusuf, Ayus Ahmad, 2008. Operasional Manajemen Bank
Syariah. Cierbon: STAIN Press.
Zubair Usmani, Muhammad,
T.Th. The Concept of Musyarakah. Islamabad: State Bank of Pakistan.
Az-Zuhaili, Wahbah, 1997. Al-Fiqh al-Islam wa
‘Adilatuhu. Cet. Ke-2. Suriah: Daar al-Fikr.
Undang-Undang Dan Peraturan Lainnya:
Bank
Indoensia, 2013. Outlok Perbankan Syaria.
____________, 2009. Booklet Perbankan
Indonesia 2009, Vol. 6, Maret.
____________, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Direktorat
Perbankan Syariah Republik Indonesia, 2008.
Bappeda Kabupaten Cirebon, Statistik
Sosial-Ekonomi Penduduk Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah Tahun 2009, Lembaga
Survei Ciremai.
Badan Pusat Statistik Kab. Cirebon, Tahun 2010.
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Tata Cara Pendirian Koperasi, 2010.
Division Economic Development and Employment Sector
Project Financial System Development, Tanpa Tahun. Islamic Microfinance in
Indonesia. Federal Ministry of Economic Cooperation and Development.
http://www.merriam-webster.com/dictionary/commitment.html (Accessed 18
Januari 2014)
Kementrian KUMKM RI Tahun 2010 Tentang Teknis Pemberian
Pinjaman/ Pembiayan.
Lembaga Bisnis Syariah, 2008. E-Book. PKES,
Publishing, Jakarta.
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), 2011. Direktori
Bisnis dan Ekonomi Syariah. Jakarta.
PINBUK (t.t), Pedoman
Cara Pembentuk BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu, PINBUK, Jakarta.
Panduan Zakat Dompet Dhuafa, 2011. The World of Zakat.
Jakarta.
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi
Jasa Keuangan Syariah, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia, Tahun 2009.
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kesehatan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi, Kementrian
Negara Koperasi dan UKM RI., Tahun 2009.
Peraturan Menteri Negara Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang: Pedoman Umum Linkage
Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah, 2007. Sosialisasi Ekonomi Syariah dan Pola
Pembiayaan Syariah. Bandung.
Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dinas
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Jawa Barat 2012.
Profil Kabupaten/Kota Cirebon, Kota Cirebon Jawa Barat,
Tanpa Tahun.
Research and Training Institute Islamic Development Bank.
Jeddah, Saudi Arabia.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabuapten Cirebon
Tahun 2010. Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2009.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Cirebon Tahun 2009-2014. Pemerintah Kabupaten Cirebon, Tahun 2009.
Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI., Tahun 2009.
Statisik Daerah Kabupaten
Cirebon Tahun 2013.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kementrian Negara Koperasi dan
UKM RI., Tahun 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia, Jakarta, 2013.
Undang-Undang RI., Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian.
Pak Doktor, sekarang ini menjamur lembaga keuangan(financial) lising yang menawarkan pembiayaan untuk segala kebutuhan masyarakat. Bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan koperasi?
BalasHapuskompetitor Koperasi sebagai soko guru ekonomi kerakyatan khas Indonesia banyak bermunculan, terutama leasing. karena itu, koperasi harus terus diberdayakan dengan pengelolaan yang baik. Pengaruhnya tentu ada dan perlu terus menerus Koperasi harus menjadi yang terbaik, makanya perlu regulasi pemerintah yang adil
BalasHapus